RESENSI BUKU

He Gave Us Stories

Richard L. Pratt, Jr., He Gave Us Stories, Phillipsburg, New Jersey: Presbyterian & Reformed Publ., 1990.

493 hal.; uk.15x23 cm.

ISBN: 0-87552-379-X

                            oleh: Sutjipto Subeno S.Th., M.Div.

Dr. Richard L. Pratt, Jr., adalah profesor Perjanjian Lama di Reformed Theological Seminary, Orlando – Florida, dan juga pendeta dari Presbyterian Church di Amerika Seri­kat (PCA). Lulus dari Westminster Theological Seminary dan Harvard University, men­jadi jaminan dari karya-karyanya.

Melalui bukunya ini, penulis ingin mengajak pembacanya untuk melihat Perjanjian Lama dengan pendekatan interpretasi yang disebutnya sebagai “Pendekatan Dialog-Oto­ritas.” Pendekatan ini menggabungkan tiga format yang merupakan spiral hermeneutik, (1) Eksegesis Alkitab, secara literal; (2) Kehidupan Kristen, tuntutan penyucian di berbagai area kehidupan; (3) Interaksi dalam komunitas; berkaitan dengan keseimbangan dengan komunitas masa kini. Ketiga aspek ini harus secara simultan dikerjakan di dalam seseorang melakukan penafsiran Alkitab, khususnya Perjanjian Lama. Dengan demikian, penulis menolak pendekatan yang murni obyektif terhadap Perjanjian Lama, tetapi juga menolak pendekatan yang murni subyektif terhadap Perjanjian Lama. Melalui pendekatan Dialog-Otoritas ini penulis menegaskan pentingnya kita tetap mengakui otoritas Alkitab dan berusaha untuk mengerti kebenaran teks Alkitab secara tepat, tetapi mau tidak mau juga harus mengakui adanya unsur subyektif dari si pembaca atau penaf­sir yang akan mempengaruhi penafsirannya.

Berdasarkan pendekatan tersebut di atas, penulis kini mencoba menerapkannya untuk menafsirkan narasi Perjanjian Lama. Untuk ini, pertama-tama penulis mengajak pembaca untuk melihat apa yang Roh Kudus ingin nyatakan kepada pembaca pertama dari narasi tersebut. Untuk itu kita melihat maksud dari penulis bagian tersebut, penerimanya, hal-hal yang ditekankan dalam pembicaraannya dan gambaran kejadiannya secara teliti. Hal ini harus dilandasi dan tidak dilepaskan dari struktur teks dari ayat-ayat tersebut. Dengan pendekatan ini, barulah dokumen tersebut dibawa ke masa kini, untuk implikasinya bagi kita di masa kini. Dan untuk itu, penulis mencoba untuk memberikan gambaran singkat dari seluruh narasi Perjanjian Lama yang dilakukan dengan pendekatan Dialog-Otoritas ini. Dengan demikian penulis mencoba untuk bisa mengaplikasikan Perjanjian Lama dengan lebih hidup bagi masyarakat di masa kini.

Jika kita memperhatikan dengan seksama, pendekatan penulis jelas terlihat merupa­kan suatu sintesa dari pengaruh postmodern di dalam Kekristenan. Namun, hal yang sangat membedakan dari pendekatan hermeneutika postmodern adalah tegasnya penulis mengakui otoritas Alkitab sebagai wahyu Allah yang bersifat mutlak. Disini subyektivitas pembaca atau penafsir tidak bisa berjalan terlalu jauh seperti pada hermeneutika postmodern. Dengan pendekatan yang disodorkan oleh penulis, maka pembahasan narasi Perjanjian Lama akan menjadi lebih hidup. Tetapi tentunya kita tidak bisa membebaskan penafsiran dari proposisi-proposisi yang juga sedemikian tegas dinyatakan ditengah-tengah narasi Perjanjian Lama.

Satu bagian yang sangat baik di dalam buku ini adalah, di setiap segmen pembahasan (yang terdiri dari beberapa pasal), diberikan sinopsis bahasan, sehingga membantu pembaca mempunyai gambaran awal yang bersifat menyeluruh untuk bagian tersebut. Sinopsis ini sangat membantu mengarahkan pembaca tidak terlepas dari detail yang sedang dibicarakan.?